MP3 adalah kependekan dari MPEG Audio Layer III dan merupakan standar
untuk kompresi audio yang dapat memperkecil file musik tanpa mengurangi
(atau hanya sedikit mengurangi) kualitas suara yang dihasilkan. MP3
merupakan bagian dari keluarga MPEG, singkatan dari Motion Pictures
Expert Group, suatu standar untuk format video dan audio yang
menggunakan sistem kompresi.
Di Indonesia, format MP3 mulai populer seiring dengan menjamurnya
lapak-lapak maupun distributor penjualan software. Tempat-tempat semacam
ini biasanya memperjual-belikan CD (compact disc) berisi lagu-lagu
dalam format MP3. Setiap keping CD dengan kapasitas 700 MB sanggup
menyimpan kurang lebih 200 lagu. Inilah keistimewaan format musik MP3
yang membedakannya dengan format musik lain. Ukuran file-nya yang
relatif kecil sangat memudahkan dalam penyimpanan maupun pemindahan
(transfer).
Namun demikian, belum banyak orang yang tahu mengenai kisah sang penemu,
yang telah memadukan pengetahuan tentang matematika, suara, dan
elektronika - yang secara luar biasa, melakukannya tanpamengharapkan
keuntungan pribadi.
Tolak tawaran dana
Otak dan telinga
Kisah ini dimulai dari suatu tempat bernama Institut Frauenhofer, salah
satu lembaga penelitian di Jerman yang paling prestisius dan
memperkerjakan kurang lebih 250 orang sarjana. Mereka adalah para
ilmuwan dan insinyur terbaik Jerman, walaupun kabarnya gaji yang mereka
terima tidak lebih besar dari yang ditawarkan oleh standar industri.
Profesor Karl Heinz Brandenburg adalah salah satu ilmuwan yang bekerja
di institut tersebut. Keterlibatannya dalam bidang kompresi musik
dimulai sejak tahun 1977. Pada awalnya, Profesor Dieter Seitzer-lah yang
memiliki gagasan untuk menciptakan suatu metode dalam mentransfer musik
melalui jalur telefon standar. Saat itu, idenya dianggap sebagai suatu
teroboson brilian. Namun demikian, ia menolak setiap tawaran dana yang
datang sebagai bantuan penelitian. Ia justru memutuskan untuk membentuk
suatu kelompok kerja tersendiri yang terdiri dari para ilmuwan dan
teknisi Frauenhofer yang memiliki minat terhadap topik semacam itu.
Keberminatan Bradenburg terhadap matematika, elektronik, dan
gagasan-gagasan nyleneh menjadikan mereka sebagai partner yang ideal.
Selanjutnya, penelitian mengenai kompresi file musik ini dipimpin
langsung oleh Bradenburg, dan dilakukan di Institut Frauenhofer, divisi
Integrated Circuits (Frauenhofer IIS), di Bavaria. Bradenburg kemudian
memutuskan untuk berkonsentrasi pada upaya pengompresian file lewat
algoritma. Hasilnya adalah algoritma “MPEG-1 Layer 3″ yang kemudian
dipersingkat menjadi “MP3″.
Sedikitnya jumlah penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya
memaksa Bradenburg dan kawan-kawan untuk menciptakan metode, teori, dan
risetnya tersendiri. Kebanyakan dari pekerjaan mereka tidak hanya
tentang bagaimana mengurangi ukuran file, melainkan untuk mengetahui
tingkat penurunan kualitas suara yang masih dapat ditoleransi oleh
persepsi manusia.
Otak dan telinga
Dalam menciptakan MP3, Brandenburg menganalisis bagaimana otak dan
telinga manusia menangkap suara. Teknik yang digunakan berhasil
memanipulasi telinga dengan membuang bagian yang kurang penting pada
suatu file musik. Sebagai contoh, apabila terdapat dua nada yang mirip,
atau apabila nada tinggi dan rendah muncul secara bersamaan, otak hanya
akan memproses salah satunya. Sehingga algoritma MP3 akan memilih sinyal
yang lebih penting dan membuang sisanya.Hasilnya adalah file MP3 mampu
mengurangi ukuran file audio orisinal hingga 10 kali lebih kecil.
Sebagai contoh, sebuah lagu dengan durasi 3 menit dapat menyita alokasi
hard-disk sebesar 30 MB. Lagu yang sama dengan format MP3 hanya
membutuhkan ruang sebesar 3 MB dengan penurunan kualitas suara yang
minimum.
Penemuannya telah mendapatkan sejumlah perhatian di negaranya sendiri,
Jerman. Tetapi sambutan hangat justru ia peroleh saat berkunjung ke
Silicon Valley untuk melakukan presentasi pada 1997. Di sana ia
mendemonstrasikan pengetahuannya mengenai cara menekan ukuran file WAV
tanpa membuat pendengar mengetahui perbedaannya. Beberapa pihak pun
menunjukkan ketertarikannya untuk membeli projek tersebut atau mengambil
alih hak kepemilikannya. Namun, Institut Frauenhofer bersikeras untuk
menjaga semua hak ciptanya, walaupun mereka sebenarnya tidak memiliki
banyak uang untuk mengawasi perlindungannya.
Diawali dengan Winamp
Menolak tawaran
Kesuksesan
MP3 dimulai pada 1998, ketika Winamp, sebuah mesin pemutar MP3 yang
dibuat oleh sepasang mahasiswa bernama Justin Frankel dan Dmitry
Boldyrev, ditawarkan secara cuma-cuma di internet. Dalam seketika,
penikmat musik di seluruh dunia terhubung dalam satu jaringan pusat
bernama MP3, dan saling menawarkan musik-musik yang memiliki hak cipta,
secara gratis.
Sebelum terlalu lama, programmer lain pun seperti tidak mau ketinggalan
kereta. Mereka menciptakan berbagai perangkat lunak pendukung untuk para
pencinta MP3 (MP3 junkies). Encoder, ripper, dan player terbaru dirilis
setiap minggunya, dan pertumbuhannya bergerak semakin kencang.
Mesin-mesin pencari pun membuat proses pencarian file MP3 tertentu yang
dikehendaki menjadi semakin cepat. Selain itu, player portabel seperti
Rio dan iPod membuat MP3 dapat dinikmati sambil berjalan.
Saat ini, MP3 ditawarkan sebagai program shareware. Ini artinya siapa
pun yang berminat dapat mendaftarkan pada Institut Frauenhofer dan
membuat perangkat lunak atau file MP3-nya sendiri. Sejujurnya, mengenai
hal tersebut, Bradenburg memang tidak memiliki banyak pilihan karena
projek ini tidak memiliki partner software langsung dan tidak memiliki
anggaran untuk membuat rantai distribusi dan pemasarannya sendiri.
Brandenburg menyatakan bahwa ia sangat puas dengan pekerjaannya dan
tidak mengambil keuntungan apa pun daripadanya. Ia pun mengaku tidak
memiliki selembar saham pun di perusahaan internet atau perusahaan lain
yang menggunakan format MP3. Bahkan, ia tidak tertarik terhadap uang
sama sekali. “Saya tidak peduli dengan angka-angka yang ada di buku
tabungan saya. Tetapi, saya sangat puas dengan apa yang telah saya
lakukan, dengan rekan-rekan kerja, dan apa yang telah kami hasilkan
bersama,” ujarnya pada majalah Jerman, Der Spiegel. Namun demikian,
Brandenburg tidak berpikir bahwa sistem ini akan menghancurkan industri
musik seperti yang banyak pihak telah ramalkan.
“Saya pikir hal itu tak akan terjadi, tetapi kita memang telah mengubah
industri… Industri harus memahami cara mengendalikan media digital yang
baru ini dan peluang yang menyertainya. Mereka harus berkonsentrasi pada
hal-hal yang positif ketimbang yang negatif.”
Menolak tawaran
Dengan segala kesuksesan yang telah ia raih, berbagai tawaran
menggiurkan pun datang menghampiri, termasuk posisi keprofesoran di
Amerika Serikat. Meski demikian, ia tetap bersikap sederhana dan rendah
hati. Tampaknya ia sudah cukup bahagia dengan ‘dunia kecil’-nya di
pinggiran kota Berlin.
Ia pernah berkata pada pers Jerman bahwa setiap kali ia berselancar di
internet dan menemukan situs MP3 terbaru dan mengetahui bahwa masyarakat
menikmati sesuatu yang pernah ia buat, “Hal itu memberikan perasaan
senang yang tak terlukiskan,” ujar Brandenburg suatu hari.
Sumber : wikipedia
No comments:
Post a Comment